Jumat, 13 Oktober 2017

Jogja Kota Pelajar, Banyak Kenakalan Remajanya?



Jogja Kota Pelajar, Banyak Kenakalan Remajanya?

Yogyakarta – Pernyataan yang ada di kalangan para pelajar saat ini ketika mendengar kata Jogja adalah “Jogja Kota Pelajar” atau “Jogja Istimewa”. Namun tidak sedikit orang juga yang tahu mengenai “Aksi Klitih Jogja”. Tentu para pelajar dari luar Kota Jogja yang hendak melanjutkan studi di Kota Jogja sering melontarkan pertanyaan, “di Jogja? Rawan loh.. tidak takut?”. Yah, begitulah Jogja saat ini, di lain sisi disebut dengan kota pelajar dan banyak sekali prestasi serta perguruan tinggi yang ada di dalamnya, Jogja juga diwarnai oleh budaya negatif para remaja yang sudah sangat akrab dengan kasus nartkotika, seks bebas dan yang paling menjadi-jadi adalah fenomena klitih dan kekerasan yang menakutkan. Bagaimana tidak, kota yang banyak dihuni perantauan ini akan lebih rentan menerima budaya dari manapun.
Aksi klitih merupakan
aksi kekerasan di jalanan yang meresahkan masyarakat Jogja karena tindakannya yang anarkis. Mirisnya, aksi ini dinominasi oleh pelajar dan remaja di kawasan Jogja khususnya yang masih duduk di bangku sekolah menengah. Disinyalir, budaya kekerasan ini sudah muncul dan ada sejak era 1980-an dan 1990-an dengan motif geng, namun seiring berjalannya waktu, klitih kini identik dengan aksi kekerasan yang dilakukan oleh pelajar SMP dan SMA (m.kumparan.com).
Para target pun tidak pandang bulu, bahkan dengan sadisnya telah berkali-kali merenggut nyawa korban. Salah satunya, seorang pelajar SMP, Ilham Bayu Fajar (17) meninggal dunia setelah ditusuk oleh sekelompok orang tepatnya di sebelah Utara Kantor Balaikota Yogyakarta pada Minggu (12/3/2017). Satuan yang berwenang dalam hal ini turut serta menangani aksi ini seperti halnya Satreskrim Polresta Yogyakarta, namun nampaknya para pelaku klitih lebih lihai dalam mempermainkan streteginya.
Jam-Jam Aksi Klitih
Tidak sedikit para pelajar Jogja yang takut keluar malam meskipun ada kepentingan yang mendesak. Mereka takut “kepergok cah klitih”. Ternyata tidak hanya beraksi pada malam hari, klitih biasanya dilakukan pada beberapa waktu. Seperti pada jam pulang sekolah, beberapa jam setelah pulang sekolah serta pada sore atau malam hari. Pelaku klitih biasanya menggunakan sepeda motor beramai-ramai dan melakukan aksi penganiayaan/pembacokan ditempat.
Kekerasan di Dunia Pendidikan Jogja?
Bahkan aksi anarkis saat ini tidak hanya berlaku di jalanan, namun merambah sampai masuk kalangan perguruan tinggi. Disini mahasiswalah yang menjadi pelakunya. Salah satu contohnya adalah menolak lupa akan kasus Mapala UII. Tewasnya tiga mahasiswa baru akibat ulah mahasiswa senior di Diksar Mapala Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini juga menjadi sorotan tersendiri bagi Kota Jogja yang selama ini terkenal sebagai Kota Pelajar. Akibat hal ini, Rektor UII Yogyakarta, Harsoyo mengundurkan diri dari jabatannya. Jelas tragedi ini bukan keinginan UII, intansi mana yang mau terkena kasus, namun dari kasus ini kita bisa meraba seperti apa budaya remaja di Jogja saat ini.

                    
 

Tapi Jogja Masih Punya Prestasi
Berbicara mengenai kenakalan remaja di Jogja akhir-akhir ini, sangatlah marak dan tidak cukup dituliskan disini. Akan tetapi bersyukurnya, Jogja masih memiliki potensi positif yang bisa mengharumkan nama DIY di mata bangsa bahkan mancanegara. Sudah menjadi rahasia umum, tidak hanya sekolah menengah yang menjadi incaran siswa dari banyak daerah, di level perguruan tinggi pun siapa yang tidak ingin berkuliah di UGM sebagai Perguruan Tinggi Negeri terbaik di Indonesia, UNY sebagai pencetak pendidik terbaik, serta perguruan tinggi negeri dan swasta lainnya yang juga menjanjikan. Selain itu, tidak sedikit pondok pesantren yang melahirkan generasi Islami unggul di Yogyakarta seperti PP Wahid Hasyim, dan lainnya.
Potensi emas juga dimiliki oleh Bening Ayu. Siapa yang tidak mengenalnya? Bening Ayu dapat memberikan inspirasi di tengah karut-marut dunia remaja Jogja yang terjadi saat ini. Dalam ajang Rising Star, Bening Ayu (19), gadis asal Sriharjo, Imogiri, Bantul ini berhasil melangkah ke delapan besar di panggung Rising Star.
Tidak hanya Bening Ayu, prestasi gemilang juga dimiliki oleh Bimaditya Putra (SMP N 7 YK). Siswa multi talent ini telah menorehkan banyak prestasi. Ia yang lahir pada 6 Oktober 2002 ini, memiliki prestasi yang membanggakan baik di bidang akademik maupun non akademik. Pada bulan Juni 2014 dengan talentnya sebagai pelukis pasir, Bima berhasil masuk Indonesians Talent yang digelar oleh SCTV dan berhasil masuk sampai dengan 9 besar. Selain prestasi sebagai pelukis pasir, Bima pernah menjuarai lomba desain batik yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, lomba dance, dan ia lihai juga dalam memainkan alat musik berupa chimes bar dan crash cymbal.
Jadi bagi para pelajar yang hendak melanjutkan studinya di kota istimewa ini, sangatlah direkomendasikan. Banyak pilihan studi yang menjanjikan baik dari jenjang sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Namun, kita harus tetap waspada karena ternyata kenakalan remaja pun sudah merambah ke kota ini, dan yang paling dikhawatirkan dan perlu diwaspadai adalah aksi klitih (Ninik W).
 

0 komentar:

Posting Komentar