Jogja Kota Pelajar, Banyak Kenakalan
Remajanya?
Yogyakarta – Pernyataan
yang ada di kalangan para pelajar saat ini ketika mendengar kata Jogja adalah
“Jogja Kota Pelajar” atau “Jogja Istimewa”. Namun tidak sedikit orang juga yang
tahu mengenai “Aksi Klitih Jogja”. Tentu para pelajar dari luar Kota Jogja yang
hendak melanjutkan studi di Kota Jogja sering melontarkan pertanyaan, “di
Jogja? Rawan loh.. tidak takut?”. Yah, begitulah Jogja saat ini, di lain sisi disebut
dengan kota pelajar dan banyak sekali prestasi serta perguruan tinggi yang ada
di dalamnya, Jogja juga diwarnai oleh budaya negatif para remaja yang sudah
sangat akrab dengan kasus nartkotika, seks bebas dan yang paling menjadi-jadi
adalah fenomena klitih dan kekerasan yang menakutkan. Bagaimana tidak, kota
yang banyak dihuni perantauan ini akan lebih rentan menerima budaya dari
manapun.
Aksi klitih
merupakan
aksi kekerasan di jalanan yang meresahkan masyarakat Jogja karena
tindakannya yang anarkis. Mirisnya, aksi ini dinominasi oleh pelajar dan remaja
di kawasan Jogja khususnya yang masih duduk di bangku sekolah menengah. Disinyalir,
budaya kekerasan ini sudah muncul dan ada sejak era 1980-an dan 1990-an dengan
motif geng, namun seiring berjalannya waktu, klitih kini identik dengan aksi
kekerasan yang dilakukan oleh pelajar SMP dan SMA (m.kumparan.com).
Para target pun
tidak pandang bulu, bahkan dengan sadisnya telah berkali-kali merenggut nyawa
korban. Salah satunya, seorang pelajar SMP, Ilham Bayu Fajar (17) meninggal
dunia setelah ditusuk oleh sekelompok orang tepatnya di sebelah Utara Kantor
Balaikota Yogyakarta pada Minggu (12/3/2017). Satuan yang berwenang dalam hal
ini turut serta menangani aksi ini seperti halnya Satreskrim Polresta
Yogyakarta, namun nampaknya para pelaku klitih lebih lihai dalam mempermainkan
streteginya.
Jam-Jam Aksi
Klitih
Tidak sedikit
para pelajar Jogja yang takut keluar malam meskipun ada kepentingan yang
mendesak. Mereka takut “kepergok cah klitih”. Ternyata tidak hanya beraksi pada
malam hari, klitih biasanya dilakukan pada beberapa waktu. Seperti pada jam
pulang sekolah, beberapa jam setelah pulang sekolah serta pada sore atau malam
hari. Pelaku klitih biasanya menggunakan sepeda motor beramai-ramai dan
melakukan aksi penganiayaan/pembacokan ditempat.
Kekerasan di
Dunia Pendidikan Jogja?
Bahkan aksi
anarkis saat ini tidak hanya berlaku di jalanan, namun merambah sampai masuk
kalangan perguruan tinggi. Disini mahasiswalah yang menjadi pelakunya. Salah
satu contohnya adalah menolak lupa akan kasus Mapala UII. Tewasnya tiga
mahasiswa baru akibat ulah mahasiswa senior di Diksar Mapala Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta ini juga menjadi sorotan tersendiri bagi Kota Jogja
yang selama ini terkenal sebagai Kota Pelajar. Akibat hal ini, Rektor UII
Yogyakarta, Harsoyo mengundurkan diri dari jabatannya. Jelas tragedi ini bukan
keinginan UII, intansi mana yang mau terkena kasus, namun dari kasus ini kita
bisa meraba seperti apa budaya remaja di Jogja saat ini.
Tapi Jogja
Masih Punya Prestasi
Berbicara
mengenai kenakalan remaja di Jogja akhir-akhir ini, sangatlah marak dan tidak
cukup dituliskan disini. Akan tetapi bersyukurnya, Jogja masih memiliki potensi
positif yang bisa mengharumkan nama DIY di mata bangsa bahkan mancanegara. Sudah
menjadi rahasia umum, tidak hanya sekolah menengah yang menjadi incaran siswa
dari banyak daerah, di level perguruan tinggi pun siapa yang tidak ingin
berkuliah di UGM sebagai Perguruan Tinggi Negeri terbaik di Indonesia, UNY
sebagai pencetak pendidik terbaik, serta perguruan tinggi negeri dan swasta
lainnya yang juga menjanjikan. Selain itu, tidak sedikit pondok pesantren yang
melahirkan generasi Islami unggul di Yogyakarta seperti PP Wahid Hasyim, dan
lainnya.
Potensi emas
juga dimiliki oleh Bening Ayu. Siapa yang tidak mengenalnya? Bening Ayu dapat
memberikan inspirasi di tengah karut-marut dunia remaja Jogja yang terjadi saat
ini. Dalam ajang Rising Star, Bening Ayu (19), gadis asal Sriharjo, Imogiri,
Bantul ini berhasil melangkah ke delapan besar di panggung Rising Star.
Tidak hanya
Bening Ayu, prestasi gemilang juga dimiliki oleh Bimaditya Putra (SMP N 7 YK).
Siswa multi talent ini telah menorehkan banyak prestasi. Ia yang lahir pada 6
Oktober 2002 ini, memiliki prestasi yang membanggakan baik di bidang akademik
maupun non akademik. Pada bulan Juni 2014 dengan talentnya sebagai pelukis
pasir, Bima berhasil masuk Indonesians Talent yang digelar oleh SCTV dan
berhasil masuk sampai dengan 9 besar. Selain prestasi sebagai pelukis pasir,
Bima pernah menjuarai lomba desain batik yang diadakan oleh Pemerintah
Kabupaten Sleman, lomba dance, dan ia lihai juga dalam memainkan alat musik
berupa chimes bar dan crash cymbal.
Jadi bagi para
pelajar yang hendak melanjutkan studinya di kota istimewa ini, sangatlah
direkomendasikan. Banyak pilihan studi yang menjanjikan baik dari jenjang
sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Namun, kita harus tetap waspada
karena ternyata kenakalan remaja pun sudah merambah ke kota ini, dan yang
paling dikhawatirkan dan perlu diwaspadai adalah aksi klitih (Ninik W).
0 komentar:
Posting Komentar