Tentang Seks Bebas Remaja Jogja

Tentang Seks Bebas Remaja Jogja

Yogyakarta merupakan sebuah kota maju yang dikenal sebagai Kota Pelajar. Banyak para pelajar dari luar kota yang rela jauh-jauh menimba ilmu di kota ini yang memiliki banyak pilihan sekolah terkemuka. Kota Jogja juga didatangi oleh perantau-perantau yang hendak mencari rezeki disana, tentu saja mereka membawa latar belakang masing-masing yang kadang kala berbeda dengan budaya Jogja. Apalah daya dengan banyaknya pendatang baru di kota Jogja tersebut, membawa pengaruh yang signifikan kepada masyarakat Jogja dan juga bagi para pendatang di Jogja. Masalahnya, dengan banyaknya gaya pergaulan yang berbeda-beda dari masing-masing orang membawa pengaruh yang negatif bagi image Kota Jogja. Apalagi dengan adanya kemajuan tekonologi dan arus globalisasi lain yang memudahkan masyarakat Jogja kini untuk meniru budaya ala Barat. Sisi yang paling menonjol akan image negatif dari Kota Joga adalah dengan semakin maraknya kenakalan seksual di kalangan remaja di kota tersebut.

            Menurut Sari Murti Widyastuti, Kepala Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Yogyakarta mengutarakan bahwa moralitas saat ini mengalami kemerosotan. Beliau berpendapat  (18/9/2017) hal itu dapat dilihat dari fakta meningkatnya angka pembuangan bayi. Bayi itu suatu kehidupan yang harus dihormati, tetapi kemudian dengan mudahnya itu ditiadakan hal ini menjadi masalah penting yang harus ditangani LPA (tribunjogja.com).

            Mirisnya budaya seks bebas yang semakin menjamur ini tidak hanya terjadi di kalangan para pekerja, pecandu narkotika, pengangguran atau dalam arti orang-orang yang jauh dari kata pendidikan. Akan tetapi saat ini sudah menjamah hingga kalangan pelajar dan mahasiswa. Selain faktor pergaulan dan arus globalisasi seperti yang telah disebutkan diatas, alasan karena jauh dari orang tua menjadi kesempatan utama bagi para pelajar dan mahasiswa khususnya pendatang dari luar kota untuk menikmati kebebasan pergaulan di kota orang tersebut. Fenomena budaya seks bebas di kalangan pelajar dan mahasiswa  sesungguhnya telah berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 1990an. Semakin lama semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehadiran pendatang dari luar daerah. Belum lagi sarana hiburan semakin bermunculan dan semakin berkembang menjadi gaya hidup tersendiri. Interaksi sosial pun semakin meluas di kalangan remaja membentuk karakter dan gaya hidup.

            Bukan Kota Jogja namanya jika semakin malam tidak semakin ramai. Banyak sarana hiburan seperti cafe, tempat diskotik, penginapan, hotel dan sejenisnya yang menawarkan kesenangan tersendiri pagi pelajar dan mahasiswa Jogja. Selain itu, agen penjual obat kuat dan alat seks semakin mudah ditemui bahkan dengan jasa online sekalipun. Berikut juga dengan informasi dan jasa aborsi.

            Semakin kemari, kos bebas juga semakin menjamur. Tidak hanya bagi kos putra/laki-laki, akan tetapi juga berlaku bagi kos putri/perempuan. Jam malam ditiadakan artinya mereka dapat pulang pergi kapan saja, selain itu boleh membawa siapa saja masuk ke dalam kamar baik lawan jenis sekali pun. Menjamurnya kos bebas ini karena kos yang terlalu ketat saat ini sudah jarang diminati sehingga banyak yang merubah statusnya menjadi kos bebas. Memang tidak semua pelajar dan mahasiswa yang menetap di kos bebas selalu berperilaku demikian, kembali lagi kepada keimanan dan prinsip masing-masing individu serta juga pengawasan dari pihak kos walaupun aturannya dibebaskan. Akan tetapi dengan adanya kos bebas tersebut jelas memudahkan akses para pelajar dan mahasiswa untuk berinteraksi dengan dunia luar yang negatif.

            Faktor-faktor diatas akan membentuk suatu julukan yang khusus bagi para remaja putri yang sudah terjerumus budaya seks bebas yaitu “Ayam Kampus”. Julukan tersebut diperuntukkan bagi para pelajar dan mahasiswa yang sudah biasa melakukan hubungan seks bebas bahkan mereka sudah dianggap profesional dan memiliki tariff tersendiri bagi para pelangganya.

            Fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa budaya seks bebas saat ini tidak hanya terjadi di kalangan orang yang kurang dalam pendidikan, spiritual dan moral saja. Akan tetapi kalangan pelajar dan mahasiswa yang dianggap sebagai remaja atau orang bermoral baik dan berpendidikan tinggi pun sudah terjamah oleh budaya negatif yang merusak tersebut. Kiranya hal tersebut dapat menjadi perhatian di banyak pihak. Bagi para orang tua yang menyekolahkan anaknya khususnya di Jogja dan umumnya dimanapun, agar lebih memperhatikan dan tetap mengawasi anaknya walaupun tidak secara langsung. Bagi pengurus kos didekat sekolah dan kampus di wilayah Jogja agar juga lebih mempertimbangkan aturan kos dan lebih mengawasi anak kosnya. Lembaga yang berwenang juga diharapkan dapat mengusut masalah ini agar bisa diminimalisir resikonya. Serta juga bagi siapapun pelajar dan mahasiswa di Jogja agar lebih berhati-hati dan selektif dalam bergaul dan mempertimbangkan resiko yang akan muncul setelahnya disetiap tindakan (Ninik W).